Di Ujung Timur Pulau Lembata, Ada Mimpi Muslim Aumuna yang Tertunda
Bayangkan sebuah dusun kecil bernama Aumuna, terpencil di ujung timur Pulau Lembata, NTT tepatnya di Desa Tobotani, Kecamatan Buyasuri. Jalan berbatu dan berdebu menyapa setiap langkah, berubah menjadi lumpur setengah mati saat hujan tiba. Di sini, 80 keluarga Muslim warganya hidup jauh dari peradaban, berjuang melawan ekonomi lemah dan dua tahun belakangan ini gagal panen yang memilukan. Namun, di tengah kesulitan, ada satu mimpi yang tak pernah padam sejak 2004: memiliki masjid sendiri, tempat sujud beribadah kepada Allah SWT.

Saat ini, warga Dusun Aumuna hanya bisa bertumpu pada musola sederhana di dalam sekolah. Dindingnya pernah dari bambu, dibangun swadaya pada 2015, kini sedikit ditingkatkan dengan atap dari batang kelapa & dinding Batako yang seadanya. Tapi, ini bukan milik mereka sepenuhnya musola ini milik Sekolah, sering dipakai kegiatan sekolah, membuat ibadah terganggu.



Terlihat sekali Musolla ini juga bantuan swadaya antara sekolah dan warga Aumuna, dinding yang di buat dengan batako yang dicetak sendiri, jendela yang yang hanya tertutup bambu, dan terlihat sekali kerangka atap yang masih terbuka terlihat kayunya melengkung karena terbuat dari batang kelapa, mungkin sebentar waktu atap ini tidak akan kuat tahan lama.
Masjid utama di Dusun Tamal Haur? Terlalu jauh, 1 kilometer melewati jalanan berbatu tanpa penerangan, terutama sulit saat malam untuk sholat Tarawih atau musim hujan yang gelap dan licin.
“Kalau musim hujan, setengah mati kita lewat sana. Belum lagi penerangan yang kurang,” ungkap seorang warga dengan nada penuh harap bercampur resah.


20 Tahun Perjuangan: Fondasi yang Menanti Sentuhan Kebaikan
Sejak tahun 2000, warga Aumuna tak pernah menyerah. Dengan tangan mereka sendiri, mereka kumpulkan pasir dari sungai, angkut batu dari pantai, dan patungan Rp 5.000 hingga Rp 10.000 per keluarga—jumlah kecil yang penuh makna. Pada 2004, fondasi Masjid Fairuz Zaman akhirnya berdiri, simbol mimpi mereka. Tapi, dua dekade berlalu, gagal panen jagung, kacang hijau, dan kacang tanah selama dua tahun terakhir membuat swadaya mereka terhenti. Fondasi itu masih berdiri diam, menanti uluran tangan kita.

“Kami hanya bisa bermimpi dan semoga mimpi kami jadi kenyataan. Kami sudah memulainya, mari kita sama-sama menyelesaikannya,” ujar Nafsir Usman, tokoh masyarakat, dengan suara bergetar.
Satu-satunya Dusun Tanpa Masjid



disudut lantai musolla banyak lantai yang sudah retak dan bisa membahayakan bangunan dan juga warga yang beribadah

Pecah Tangis Warga ketika mengatakan ini:
“Kami ingin sebelum ajal menjemput (meninggal dunia), bisa memiliki masjid dan sholat bersama anak cucu kami” harap mereka, air mata menetes penuh kerinduan.


Bayangkan betapa sulitnya menjaga iman di pelosok terpencil ini: tanpa masjid layak, tanpa akses mudah, bahkan air bersih pun langka. Tapi, semangat mereka tak pernah pudar. Kunjungan tim Muslim Seasia menjadi titik terang pertama setelah bertahun-tahun. Imam desa menangis terharu, “Saya tidak pernah menyangka ada yang datang ke sini. Saya bersyukur Allah tunjukkan jalan.” Ini bukan sekadar bangunan—ini tentang martabat, harapan, dan masa depan generasi Muslim Aumuna, di ujung Pulau Lembata, NTT

Mari Bersama, kita ubah fondasi menjadi masjid yang hidup, tempat ibadah yang layak untuk 80 keluarga Muslim di ujung Lembata. Mereka Berdo’a dan berharap semoga Sahabat Muslim semuanya dapat melihat keaadan mereka ini dengan hati tak hanya dengan mata, sehingga impian untuk miliki masjid yang layak dan aman dapat terwujud segera mungkin. Klik “Donasi Sekarang”
